Kelas : 4ea18
NPM :18210532
Kasus Hak Pekerja :
Mau Menuntut
Hak, Malah Di-PHK
Lima pekerja di salah satu
perusahaan transportasi di Pasuruan diberhentikan/ di-PHK karena bergabung
dengan Serikat Pekerja. Perusahaan PO.X memiliki beberapa divisi, diantaranya
adalah divisi bengkel dan divisi kru bis. Serikat Pekerja divisi bengkel telah
berhasil menuntut hak mereka yaitu mengenai upah, upah yang diberikan
sebelumnya Rp. 25.000/hari padahal Upah Minimum Kabupaten sebesar Rp.
40.000/hari dan biaya Jamsostek yang 100% dibebankan kepada pekerja. Sekarang
divisi bengkel telah menikmati upah yang sesuai dengan UMK dan memiliki
Jamsostek yang dibayarkan oleh perusahaan.
Mengikuti kesuksesan divisi bengkel
dalam menuntut hak kerja mereka, para pekerja di divisi kru bis pun mulai
bergabung dengan Serikat Pekerja. Pekerja divisi kru bis banyak mengalami
pelanggaran hak-hak pekerja, diantaranya adalah pembagian upah yang menganut
sistem bagi hasil. Perhitungannya sistem bagi hasil tersebut adalah :
- Supir : 14% dari pendapatan bersih per hari
- Kondektur : 8% dari pendapatan bersih per hari
- Kenek : 6% dari pendapatan bersih per hari
Apabila pekerja tidak masuk kerja
akan dikenakan denda sebanyak Rp. 500.000/hari kecuali tidak masuk kerja karena
sakit. Tunjangan Hari Raya pun tidak pernah diberikan kepada pekerja. Masalah
lain adalah mengenai tidak diberikannya fasilitas jamsostek, sehingga apabila
terjadi kecelakaan kerja (kecelakaan bus), pekerja harus menanggung sendiri
biayanya.
Akan tetapi, perjuangan divisi kru
bis lebih berat dibanding divisi bengkel karena perusahaan sudah semakin pintar
dalam berkelit. Mereka tidak mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB), semua
perintah dan peraturan dikemukakan secara lisan sehingga pekerja tidak memiliki
bukti tertulis yang bisa dijadikan senjata untuk melawan perusahaan seperti
halnya yang dilakukan pekerja di divisi bengkel sebelumnya.
Kasus tersebut telah dilaporkan ke
Dinas Tenaga Kerja setempat, diputuskanlah bahwa kelima orang pekerja tersebut
akan mendapat pesangon dan kasusnya akan dibawa ke Pengadilan Hubungan
Industrial (PHI).
http://th4r1e.blogspot.com/2012/11/studi-kasus-hak-pekerja.html
Kasus iklan tidak etis:
Iklan Yamaha Jupiter MX
Karena menurut saya iklan Yamaha Jupiter MX CW 135 CC yang di perankan oleh
komeng ini dapat dilihat dari sisi positif dan negatifnya. Saya akan membahas
dari sisi negatifnya saja, saya menilai iklan ini memiliki sifat persuasif atau
suatu ajakan yang tidak sesuai dengan budaya di Indonesia, dalam iklan ini pada
saat komeng kebut-kebutan dan merusak fasilitas jalan raya itu merupakan suatu
hal yang tidak perlu dijadikan bahan untuk pemasaran. Hal ini sangat berbahaya
dan dapat dijadikan suatu motivasi tersendiri bagi para konsumen yang meilijat
iklan tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat saya ambil bahwa iklan Yamaha
Jupiter MX yang diperankan oleh Komeng tidak Etis karena dapat memotivasi para
komsumen untuk kebut-kebutan dijalan dan dapat membahayakan para konsumen itu
sendiri dan keadaan disekitarnya.Target Pasar Yamaha Jupiter MX CW 135 CC ?
Target Pasar Yamaha Jupiter MX adalah anak muda usia (<17 tahun) sampai orang dewasa karena Yamaha Jupiter MX CW 135 CC bertipe bebek namun menggunakan kopling manual. Menggunakan tenaga 135 CC dengan rem cakram didepan dan rem tromol di belakang. Tipe CW ini berarti menggunakan Velg racing.
Peran BRAND POSITIONING Terhadap Produk Yamaha Jupiter MX CW 135 CC ?
Brand positioning sangat penting halnya bagi sebuah perusahaan dan produknya. Dari positioning itulah konsumen mengenal sebuah brand. Yamaha mengkomunikasikan pesan bahwa produk Yamaha senantiasa memenuhi kebutuhan Indonesia teknologi, harga, dan efisiensi. Dengan menunjukan bahwa motor lain tidak dapat menyaingi kecepatan Yamaha. Dengan sendirinya Yamaha memposisikan dirinya sebagai motor cepat. Dalam setiap komunikasi pesan (iklan) Yamaha selalu menekankan “kualitas dan nilai jual karena Yamaha bukan yang termurah tetapi motornya selalu mengusung teknologi mutakhir, dan nilai jualnya tinggi, handal, dan irit bahan bakar.
http://blog.ub.ac.id/armanmshamka/2012/03/26/contoh-iklan-tidak-etis/
Kasus Etika pasar bebas:
Salah satu kasus yang terjadi antar
anggota WTO kasus antara Korea dan Indonesia, dimana Korea menuduh Indonesia
melakukan dumping woodfree copy paper ke Korsel sehingga Indonesia mengalami
kerugian yang cukup besar. Tuduhan tersebut menyebabkan Pemerintah Korsel
mengenakan bea masuk anti dumping (BMAD) sebesar 2,8 persen hingga 8,22 persen
terhitung 7 November 2003. dan akibat adanya tuduhan dumping itu ekspor produk
itu mengalami kerugian. Ekspor woodfree copy paper Indonesia ke Korsel yang
tahun 2002 mencapai 102 juta dolar AS, turun tahun 2003 menjadi 67 juta dolar.
Karenanya, Indonesia harus melakukan
yang terbaik untuk menghadapi kasus dumping ini, kasus ini bermual ketika
industri kertas Korea mengajukan petisi anti dumping terhadap 16 jenis produk
kertas Indonesia antara lain yang tergolong dalam uncoated paper and paperboard
used for writing dan printing or other grafic purpose produk kertas Indonesia
kepada Korean Trade Commision (KTC) pada tanggal 30 september 2002 dan pada 9 mei
2003, KTC mengenai Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sementara dengan besaran untuk
PT pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk sebesar 51,61%, PT Pindo Deli 11,65%, PT Indah
Kiat 0,52%, April Pine dan lainnya sebesar 2,80%. Namun, pada 7 November 2003
KTC menurunkan BM anti dumping terhadap produk kertas Indonesia ke Korsel
dengan ketentuan PT Pabrik kertas Tjiwi Kimia Tbk, PT Pindo Deli dan PT Indah
Kiat diturunkan sebesar 8,22% dana untuk April Pine dan lainnya 2,80%. Dan
Indonesia mengadukan masalah ini ke WTO tanggal 4 Juni 2004 dan meminta
diadakan konsultasi bilateral, namun konsultasi yang dilakukan pada 7 Juli 2004
gagal mencapai kesepakatan.
Karenanya, Indonesia meminta
Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) Organisasi
Perdagangan Dunia (WTO) membentuk Panel dan setelah melalui proses-proses
pemeriksaan, maka DSB WTO mengabulkan dan menyetujui gugatan Indonesia terhadap
pelanggaran terhadap penentuan agreement on antidumping WTO dalam mengenakan
tindakan antidumping terhadap produk kertas Indonesia. Panel DSB menilai Korea
telah melakukan kesalahan dalam upaya membuktikan adanya praktek dumping produk
kertas dari Indonesia dan bahwa Korea telah melakukan kesalahan dalam
menentukan bahwa industri domestik Korea mengalami kerugian akibat praktek
dumping dari produk kertas Indonesia.
http://destiputrilarassati.blogspot.com/2013/11/norma-dan-etika-pada-pasar-bebas.html
Kasus Whistle blowing:
Kasus skandal perusahaan The Big Tobbacoh
Contoh kasus
di negara lain Jeffrey Wigand adalah seorang Whistle Blower yang sangat
terkenal di Amerika Serikat sebagai pengungkap sekandal perusahaan The Big
Tobbacoh. Perusahaan ini tahu bahwa rokok adalah produk yang gaddictiveh dan
perusahaan ini menambahkan bahan gcarcinogenich di dalam ramuan rokok tersebut.
Kita tahu bahwa gcarcinogenic adalah bahan berbahaya yang dapat menimbulkan
kanker. Yang perlu diingat bahwa Whistle Blower tidak hanya pekerja atau
karyawan dalam bisnis melainkan juga anggota di dalam suatu institusi
pemerintahan (Contoh Khairiansyah adalah auditor di sebuah institusi pemerintah
benama BPK).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar